Adalah sosok Muhammad, yang ketika itu baru berusia 25 tahun. Dirinya masih diliputi perasaan malu, ketika Sang Paman yang melindunginya sejak Beliau yatim piatu memberinya nasehat, agar bergabung dalam Khabilah dagang Khadijah, perempuan saudagar kaya di tanah Arab ketika itu.
Kata Pamannya Abu Thalib, “Khadijah putri Khuwailid, salah seorang saudagar (kaya) Quraisy sedang mencari seorang yang dapat dipercaya untuk diserahkan tanggungjawab mengurus dagangannya dan membawanya ke negeri Syam (Syiria). Alangkah baiknya jika engkau memperkenalkan dirimu kepadanya.”
“Paman, Khadijah telah mengenal kejujuran dan amanahku. Mungkin ia sendiri yang akan mengutus seseorang kepadaku untuk mengutarakan usulan, seperti usulan engkau itu,” jawabnya singkat.
Harga diri dari kepribadiannya yang tinggi, membuat Muhammad tidak serta merta menyambut arahan pamannya itu. Dikisahkan selanjutnya, bahwa ternyata Khadijah memang mengirim utusan kepada Muhammad. “Satu hal yang membuatku tertarik kepadamu adalah kejujuran dan akhlakmu yang baik. Saya siap memberi dua kali lipat (upah) dari yang biasa kuberikan kepada orang lain dan mengutus dua budak bersamamu untuk menjadi pembantumu selama dalam perjalanan,” demikian kata Khadijah.
Ibarat gayung bersambut, Khadijah yang memang mencari cara agar lebih dekat dengan calon Rasul Allah ini, ternyata dalam nukilan kisah, sudah tahu apa yang menjadi pembicaraan Abu Thalib dan keponakannya itu. Jadilah Muhammad ke syiria bersama rombongan dagangnya, dan kembali ke Makkah dengan laba yang melimpah serta barang-barang yang sangat bagus. Kejujuran yang tiada bandingnya di makkah ketika itu, membuat Muhammad di juluki Al Amin. Berkah kejujuran, management dan komunikasi yang santun inilah yang membawa keuntungan bagi usaha Khadijah.
Entah, apakah khadijah gembira akan keuntungan dagangannya ini, namun yang pasti seperti manusia normal yang lagi jatuh cinta, Ia justru bertanya kepada Maisarah, pelayannya. “Apa yang telah kalian katakan itu? Kalian pasti memiliki kenangan indah dalam perjalanan kali ini. Coba ceritakan kepadaku”, kata Khadijah. Lalu Maisarah pun bercerita, mengenang perjalanannya dengan Muhammad.
Dua kenangan indah diceritakan kepadanya: Pertama, Muhammad al-Amin berselisih pendapat dengan seorang pedagang dalam suatu masalah. Pedagang itu berkata kepadanya, “Bersumpahlah demi Lâta dan ‘Uzzâ. Barulah akan kuterima ucapanmu.”
Muhammad al-Amin menjawab, “Makhluk paling hina dan paling kubenci adalah Lâta dan ‘Uzzâ yang kau sembah itu.” Kedua, di Bushra, Muhammad al-Amin duduk di bawah sebuah pohon untuk beristirahat. Salah seorang Rahib melihatnya dari tempat peribadatannya. Ia menghampirinya dan menanyakan namanya. Ketika mendengar nama Muhammad al-Amin, ia berkata, “Orang ini adalah nabi yang telah banyak kubaca kabar gembira berkenaan dengannya.”
Mendengar cerita itu, cinta Khadijah semakin berkobar. Khadijah pun mengabarkan nya kepada Waraqah bin Naufal, dan waraqah pun membenarkannya yang membuat Khadijah semakin menaruh hati kepada nabi yang dijanjikan itu. Bahkan dengan tegas ia menolak mentah-mentah semua pembesar Arab yang datang untuk meminangnya. Para pembesar seperti ‘Uqbah bin Mu’ith, Abu Jahal, dan Abu Sufyan adalah di antara para peminang Khadijah. [http://rumahkeluarga-indonesia.com/]
Home »
KISAH ISLAMI
» Dan Khadijah Pun Menaruh Hati pada Rasul
0 komentar:
Posting Komentar